Postingan

Menampilkan postingan dari Maret, 2018

Harapan

Aku sudah pernah pernah merasakan semua kepahitan hidup, dan yang paling pahit adalah berharap pada manusia (Ali Bin Abi Thalib)

Merawat Harapan

Bahwa harapan dan kekecewaan layaknya cermin yang memantulkan bayangan, semakin besar harapan itu ditimbulkan maka semakin besar pantulan kekecewaan yang akan dipantulkannya dan sebaliknya harapan yang kecil akan memantulkan bayangan kekecewaan yang kecil juga Hanya saja kehidupan adalah rangkaian harapan, setiap tarikan nafasnya berisi harapan demi harapan, didalamnya terdapat keinginan demi keinginan, sebagai tanda bahwa manusia terlahir dengan asa dan rasa yang dikaruniakan kepadanya Tapi begitulah alurnya, kehidupan punya jalan yang ditempuhnya, rasa bisa berharap, namun jalan berbeda yang datang kepadanya, atau asa bisa saja berkata, justru yang dijalani bisa jadi sebaliknya Namun harapan akan selalu ada, bisa jadi sekarang, esok, ataukah lusa ia menemukan jalannya, bisa jadi sama ataukah berbeda dengan keinginan yang menyertainya, teruslah merawat harapan, karena kita tidak akan pernah tahu dimana ia akan mengarah pada muaranya (Ibnu Khairan)

Petatah Petitih Minang (bag 1)

Anak nalayan mambaok cangkua, mananam ubi ditanah darek. Baban sakoyan dapek dipikua, budi saketek taraso barek. (Beban yang berat dapat dipikul, tetapi budi sedikit terasa berat) Anak ikan dimakan ikan, gadang ditabek anak tenggiri. Ameh bukan perakpun bukan, budi saketek rang haragoi. (Hubungan yang erat sesama manusia bukan karena emas dan perak, tetapi lebih diikat budi yang baik) Anjalai tumbuah dimunggu, sugi sugi dirumpun padi. Supayo pandai rajin baguru, supayo tinggi naikan budi. (Pengetahuan hanya didapat dengan berguru, kemulian hanya didapat dengan budi yang tinggi) Alu tataruang patah tigo, samuik tapijak indak mati. (Sifat seseorang yang tegas bertindak atas kebenaran dengan penuh bijaksana) Tarandam randam indak basah, tarapuang apuang indak hanyuik. (Suatu persoalan yang tidak didudukan dan pelaksanaannya dilalaikan) Anyuik labu dek manyauak, hilang kabau dek kubalo. (Karena mengutamakan suatu urusan yang kurang penting hingga yang lebih